Nek Silah dan Minyak Lampu (Mengenang Almarhumah Nenek Silah)
ilustrasi / pinterest |
Oleh : Anak Rohil
Masih teringat jelas, saat itu tahun 90an akhir, sebuah rumah setiap magrib ramai oleh anak-anak usia dini dan remaja. Ya, rumah itu adalah rumah Nek Silah (Nenek Silah) begitu kami memanggilnya dulu. Keramaian dirumah beliau yang terletak di Jalan Pusara Hilir Simpang Tiga (Sekarang Kepenghuluan Bagan Jawa) karena setiap magrib anak-anak dan remaja belajar ngaji disana.
Sejumlah anak usia sekolah, baik itu tingkat SD dan SMP, hingga SMA belajar mengaji dengan nenek yang dahulunya memang dikenal pandai mengaji. Tak hanya menerima anak-anak yang datang ke rumahnya, Almarhumah Nek Silah juga mengajar secara privat (dulu dikenal dengan rumah ke rumah). Termasuk penulis sendiri pernah mengaji secara privat, karena saat itu penulis sibuk dengan kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Hal unik dari almarhumah adalah, dirinya tak pernah meminta bayaran apa pun. Asalkan mau mengaji, dirinya ikhlas mengajarkan. Sebuah nilai kemuliaan yang tentunya jarang sekali kita temukan saat ini. Namun pun demikian, dirinya juga tidak menolak jika diberikan sesuatu sebagai imbalan yang sebenarnya tak seimbang dengan nilai dan ilmu yang ia berikan.
Penulis masih ingat, setiap bulannya teman-teman penulis memberikan sebotol minyak lampu (sebutan yang lazim dari Minyak Tanah) satu botol. Nah.. karena teman-teman memberikan seperti itu, penulis pun ikut membayar jasa Nek Silah dengan sebotol minyak lampu setiap bulannya. Kenapa? Tentunya ingin tahu kan?....hehehe
Pada saat itu, rumah Nek Silah belum memiliki atau terpasang jaringan PLN. Karena pada masa itu, hanya orang tertentu saja yang mampu memasang PLN. Karena saat itu, masuk PLN masih di kategorikan hal mewah. Mungkin termasuk hari ini ya..?...
Oleh karena almarhumah mengajar mengaji dengan lampu pelito (sebutan lampu pelita), maka dengan dibayar menggunakan minyak lampu, bisa terbantu untuk penerangan saat kami mengaji.
Saat Nek Silah mengajarkan penulis mengaji, dirinya tak mau ada yang menganggu. Sehingga penulis dan teman penulis berinisial FJN (sekarang masih di Rohil) mendapatkan giliran belakang saat mengaji. Nah...oleh karena kami berdua saat itu sudah berada di Jus diatas 20, maka konsentrasi beliau dalam mengajar sangat telaten dan serius.
Ada sebuah kalimat almarhumah yang seolah sudah terpatri di hati penulis yang selalu beliau ucapkan saat penulis terkesan tidak serius...
"Mengaji itu bukan asal baca saja, tanda baca, bunyi bacaan sangat perlu diperhatikan. Apa arti yang kau baca, kau bisa cari sendiri, kau anak sekolah...mata masih baik"
Sebuah kalimat yang tegas memang, dan membuat penulis sadar. Bahwa belajar Alquran itu bukan hal yang main-main. Selain teknik baca, idiom, dan cara baca, ada yang lebih penting....yaitu makna dari apa yang dibaca...Masya Allah....Terima kasih Nek Silah...
Semoga Allah SWT, menempatkan dirimu ditempat yang terbaik. Kami yang pernah menjadi murid mu, tak akan pernah lupa segala kalimah sakti dan penuh arti itu... Terima kasih sekali lagi....
Tidak ada komentar